(sebuah
cerpen)
karya Imalia Din Indriasih
Menjelang matahari kembali pulang ke
peraduan, sinarnya melembut dan temaram.
Hangatnya yang tak lagi menyengat dan semburatnya menghias cakrawala barat
dengan saga. Momentum yang tidak akan pernah diprotes oleh manusia manapun di
dunia, yang biasanya selalu mengeluhkan panasnya mentari. Mungkin jaman sekarang,
mengeluhkan panasnya cuaca di tengah hari sudah menjadi kebiasaan baru manusia,
hatta itu hanya di status media sosialnya. Tak pernah ditemui ada yang
mengumpat tentang senja. Yang ada menggores sajak dan kisah dari sang senja. Senja
akan selalu dirindukan seluruh umat
manusia di dunia yang membutuhkan rebah untuk sebongkah raga dan istirah untuk
sepenggal jiwa.
Disuatu
masa di suatu waktu menjelang senja, dua pasang kaki menapaki jalan inspirasi
untuk berburu senja. Kumandang Ashar yang baru saja menghilang menjadi pertanda
perburuan segera dimulai. Dua pasang mata pemburu menyusur sudut, adakah obyek
buruan yang indah dan pantas ditangkap dan diabadikan dalam gambar. Menelisik
segala pandang, sepasang pemburu ini menggenggam mantap senjata di tangan.
Memantapkan target tujuan, senjatapun didekatkan di pandangan dan “shot!” klik
tombol kamera menangkap buruan.
Kaki-kaki
para pemburu menapak pematang sawah yang padinya masih hijau menghampar, setelah jepretan kamera mencoba menangkap beberapa sudut gambar. Sepasang pemburu
mengambil jeda.
“Kita
istirahat dulu di pondok itu” kata si lelaki menunjuk sebuah pondok kecil di
tengah sawah.
Sang
wanita, menurut saja mengikuti langkah kaki di depannya. Duduk bersebelahan,
membicarakan hasil jepretan kamera sore ini.
Seraya
duduk dibukanya view gambar pada
kamera manual yang dipegangnya sang wanita memulai bicara “Panning*)ku kurang sempurna” seraya menyodorkan kamera pada sang
lelaki.
“Coba
lihat” diterimanya kamera dari si wanita.
“Setelan
diafragmanya dan kecepatannya sudah pas kok, mungkin pergerakan kamera dengan
obyeknya yang tidak pas, nanti di coba lagi, pulangnya kita lewat jalan raya”.
“Framing**) kamu keren, pohon berbentuk Y
itu sempurna membingkai obyek” sang wanita tersenyum, melihat hasil jepretan si
lelaki.
“Ya,
sangat sempurna, karena obyeknya adalah dirimu”
kedipnya menggoda si wanita. Disambut
rona sipu si wanita. Kemudian, dilihat-lihat lagi gambar lainnya hasil
buruan mereka, dan akhirnya terhenti pada sebuah gambar.
“Ada
yang salah dengan gambar ini?” gumam si
wanita melanjut bincang.
Dilongoknya
gambar yang dimaksud oleh wanitanya. “Itu landscape***), aku mengambilnya saat
kita lewat masjid kampus bada Ashar tadi, apanya yang salah?”
“Aku
tidak tahu apa, tapi ada sesuatunya yang salah, coba deh kamu lihat lagi."
“Gambar
masjid utuh sebagai latar belakang, komposisi langit sepertiganya, aktifitas
orang yang lewat di depannya terlihat natural, apanya yang salah?” jelas si
lelaki sambil mengejar tanya.
“Entahlah.
Kau yang mengambil gambarnya, kau bantu aku tuk menjelaskan dimana letak
salahnya. Sebenarnya pesan apa yang ingin kau sampaikan kepada penikmat gambar
saat kau menyajikan gambar ini?”
Angin
menghembus meniup rambut si lelaki yang mulai memanjang. Sedetik kemudian
titik-titik halus turun bersusulan jatuh dari langit yang sebenarnya tidak bisa
dikatakan gelap. Kemudian datanglah pelangi. Seandainya saja ada satu lagi
kamera lain yang menangkap pemandangan sempurna ini dari arah tenggara yang menangkap gambar ini. Meskipun
demikian setidaknya gambar itu sudah terekam baik oleh sepasang manusia itu,
terekam dengan kamera hati tersimpan abadi dalam ingatan keduanya. Yang tengah
dimabuk asmara, yang tengah memadu cinta. Lihatlah! sebuah sudut gambar yang
sempurna, sepasang anak manusia yang tengah duduk berdua di pondok kecil
ditengah hamparan padi yang warna hijaunya merata, dengan latar belakang Gunung
Slamet yang kokoh dan jelas menjulang dibelakangnya, dilengkapi pelangi yang
melengkung di atasnya. Gambar yang sempurna!
Mata
lelaki itu menatap lembut wanitanya, yang tengah kebingungan. “Kucoba
menguraikannya untukmu, tetapi sebelumnya beri aku petunjuk bagian mana yang
tidak kau mengerti sehingga kau merasa ada yang salah dengan gambar itu?”
Tak
urung, sesudut senyum tersungging juga di bibir si wanita menerima tatap teduh
dari pujaan hatinya “Mungkin bagian ini” jari telunjuknya menunjuk ke satu
titik gambar.
Dengan
sabar si lelaki menanti penjelasan.
Jari
sang wanita menunjuk pada sebuah gambar, terlihat di halaman masjid ada
sekeluarga yang baru turun dari sebuah mobil, dari jauh model dan logonya
seperti family car dari Toyota mungkin
Avanza atau Innova. Kemungkinan keluarga ini berasal dari luar kota dan
yang kebetulan melewati kota ini saat Ashar tiba, mampir ke masjid untuk menunaikan
sholat Ashar, platnya B, jelas bukan
dari kota ini. Keluarga yang lengkap, sebuah
keluarga muslim yang lengkap, ada Ayah, Ibu, dan kedua anaknya, seorang anak
perempuan dan seorang anak laki-laki.
Sebuah
gambaran keluarga yang siapapun yang melihatnya akan melihat sebagai potret
sebuah keluarga yang ideal dan berbahagia. Si suami terlihat mapan, sukses dan
menjabat, dengan penampilannya yang santun dan sholeh. Sang Istri yang
berjilbab rapi, sangat cantik, anggun dan berkelas terlihat seperti berasal
dari latar belakang keluarga yang terpandang dengan sangat keibuan menggandeng
kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Mendampingi suami tercinta, menjajari
langkahnya. Melihat sang istri, sungguh sangat sempurna, mencoba membandingkan
denganku, tentu saja bukan bandingannya, aku kalah telak, kalah cantik, kalah
anggun, kalah berkelas, kalah pengaruh, kalah dewasa, kalah keibuan kalah
segalanya. Sungguh bodoh lintasan pikiranku yang mencoba membandingkanku dengan sang istri.
Lelaki
bermata teduh masih sabar menunggu penjelasan wanita dihadapannya yang masih
mengalur pada jalinan angannya sendiri, tak sepatahpun
kata keluar dari mulut lelaki itu tuk mendesak jawab, meski rasa penasaran mengusai
pikirnya.
Sementara
sang wanita masih mengembara di angannya menyaksi gambar di layar kamera yang
dipegangnya. Ada yang salah! ya, aku tahu ada yang salah pikirnya, tapi apa?.
Kembali matanya menyelusur gambar-gambar yang dijepret kekasihnya, dan hatinya
mulai menganalisa. Ya, itu dia!
Dari
gambar-gambar tersebut sang suami terlihat tidak berbahagia, tak satu pun dari
beberapa gambar yang dijepret oleh
kekasihnya si lelaki bermata teduh, yang menunjukkan ekspresi muka sang suami
pada gambar terlihat berbahagia bersama dengan istrinya. Dari beberapa hasil jepretan
yang tengah dilihatnya, mata sang suami selalu tertuju pada sebuah benda kecil yang tergenggam di
tangannya, telepon genggam! Ya itu sebuah telepon genggam. Seakan jiwanya tidak
berada di tempat yang sama dengan tubuhnya. Melainkan melayang jauh di suatu
tempat yang tak diketahui rimbanya. Kini aku tahu apa yang salah!
“Salah
teknik kayaknya sayang” tutur si wanita.
Kening
si lelaki berkerut “Maksudmu?”.
“Kekuatan
hasil jepretan fotografi yang menggunakan teknik landscape. Seharusnya bercerita
tentang komposisi yang proporsional akan obyek yang ingin disajikan. Panorama masjid sore hari
misalnya. Kalaupun ada makhluk hidup di dalamnya itu hanya melengkapi suasana
panorama masjid yang ingin disuguhkan” berhenti sejenak, disusul sebuah senyum
lembut, dipegangnya tangan lelaki kekasihnya.
“Kebetulan
kau menangkap gagasan lain dari fotografi, kita mengenalnya sebagai gambar ekspresif, fotografi yang menangkap perasaan manusia sebagai obyeknya. Bisa jadi sudut
pengambilan gambarmu juga yang menyebabkan gambarmu tertangkap berbeda, seperti bukan landscape”
berhenti sejenak, melihat ekspresi lelakinya yang sangat sabar dan kemudian
melanjutkan kembali penjelasan.
“Fokus
dari gambarmu adalah keluarga ini yang ada tepat ditengah pintu masjid, bukan
masjidnya, bahkan komposisi langit dan obyek, sedikit kurang pas”
Di
acaknya kepala sang wanita, lelaki bermata teduh itu sangat mengenal wanita pendamping
hidupnya itu “Tapi bukan teknikku yang
salah kan yang mengganggu pikiranmu?”
Ada
yang menggenang disudut mata sang wanita “Ya kau benar bukan itu yang
mengganggu pikiranku….” Menghela nafas sejenak
“Karena aku mengenal keluarga ini tapi aku tidak mengerti kenapa harus
ada yang terlihat tidak berbahagia padahal apa yang dimiliki mereka jauh diatas
yang dimiliki rata-rata orang sedunia, jauh diatas yang dimiliki oleh kita. Ada
yang salah dengan gambarnya, atau aku yang salah menerjemahkan gambarnya”
Warna saga di cakrawala berubah
menghitam, titik-titik air langit berubah menderas, sang matahari tepat berada
di ufuk barat di titik peraduannya. Sayup di kejauhan terdengar kumandang Adzan
Maghrib memanggil para sahaya untuk menghadap sang Tuan. Di tengah derasnya
hujan dan mulai menggelapnya alam, sosok lelaki bermata teduh perlahan memudar
dan lama-kelamaan menghilang lenyap tak berbekas bahkan satu noktah pun tak
tersisa. Meninggalkan sang wanita dalam kebingungan, ternyata teman bicaranya
sedari tadi hanyalah teman hayalannya saja, sosoknya tidak nyata, namun hadir begitu nyata
dihadapannya lengkap dengan kepribadian, peran, dan dunia yang mengkonstruknya.
Belum
hilang kebingungannya, sang wanita semakin tak mengerti tatkala dilihatnya
tangannya mulai transparan dan menjalar ke bagian tubuhnya yang lain. Semakin
tipis dan makin menipis hingga hanya menjadi titik-titik. Dia mengalami hal
yang sama dengan kekasihnya tadi, dirinya dalam proses menghilang. Di ujung sadarnya sang wanita menyadari bahwa
dirinya pun hanya sebuah hayalan, bagian dari imaginasi sebuah pikiran, dirinya
lahir sebagai karakter dalam kisah yang dituliskan oleh penulis begitu nyata
lengkap dengan sifat dan dunia yang ditinggalinya. Dirinya lahir dari kata-kata
yang dirangkai menjadi kalimat, kemudian disusun menjadi sebuah cerita.
Dan
di detik terakhir sebelum wanita itu menghilang, sesimpul senyum termanis tersungging
sangat jelas seraya memandangmu yang mulai mengerti. Ya, kamu yang sedang
membaca cerpen ini, kamu masih bisa melihat senyum sang wanita dengan jelas. Bahkan
saat tatap matanya menatapmu dan kemudian lenyap menghilang. Selamat datang di dunia imaginasi kawan,
dimana ketidakmungkinan adalah bukan apa-apa!.
Sekarang jawablah apa yang salah
dari gambar ini?!
*)Panning : teknik fotografi untuk
memotret obyek yang bergerak, mobil lewat misalnya, hasilnya obyeknya terlihat
jelas tetapi backgroundnya blur,
caranya dengan menyetel diafragma besar dan kecepatan rendah pada kamera manual
kemudian pengambilan gambarnya dengan menggerakkan kamera mengikuti benda yang
bergerak.
**)Framing : framing pada fotografi berbeda
dengan framing pada teori media
massa. Framing adalah teknik fotografi dengan membingkai obyek menggunakan
obyek lainnya.
***)Landscape
: Teknik fotografi yang memotret banyak obyek dengan komposisi tertentu, salah satu obyeknya menjadi obyek utama.
Notes:
Ingat tidak waktu kita sering hunting
foto di sore hari, untuk tugas kuliah fotografi kita? Di sawah itu, di pondok
itu saat berteduh dari gerimis hujan? Tentang aku yang jadi obyek framingmu? Tentang masjid Fatimatuzahro
yang kau potret di langit senja dengan teknik landscape? Masih ingatkah foto pertama hasil jepretan
kita yang kita eksekusi di ruang gelap laboratorium fotografi? Dosen pembimbing
sampai tersenyum melihat obyeknya? Album hasil karya fotografi kita masih
tersimpan rapi di kumpulan album kenangan kita. Dan kenangan kita akan selalu
tersimpan rapi di album hati kita.
Cerpen lainnya:
Say it please...
Miskomunikasi
Hanya Berharap Pada Doa
Cerpen lainnya:
Say it please...
Miskomunikasi
Hanya Berharap Pada Doa