Selepas
senja yang hening dan syahdu, bercengkerama dengan keramahan malam, di tengah
kehangatan lampu yang menyala terang. Disanalah aku dan dirimu, duduk dan
berbincang, tentang hari, tentang rasa, tentang takut, tentang amanah,
tentang strategi, tentang kepemimpinan,
tentang masa kehadapan. Kau adalah
lelaki yang senantiasa kukagumi, diamnya, pikirnya, candanya, lakunya,
bicaranya. Tidak pernah tidak, apa yang berasal darimu selalu bisa dipastikan
menyirami diri ini untuk bertumbuh dan bertambah. Kau adalah lelaki pelindung yang senantiasa
tak pernah bosan dan jenuh diri ini untuk merasakan dan menyelami lautan
kebajikannya. Yang menjadikan diri semakin yakin sosokmu tak kan pernah
tergantikan, dengan apapun dengan siapapun. Tak kan pernah…
Lepas
senja ini kau bercerita tentang ketakutanmu. Ketakutan terbesarmu adalah apabila
rasa takut hilang dari dirimu. Karena dengan hilangnya rasa takut tersebut
orang akan cenderung untuk berani melakukan segalanya tanpa takut termasuk
takut pada yang seharusnya kita takuti. Rasa takut itu niscaya ada dan wajib
ada, bukan untuk menghentikan langkah kita, tetapi supaya kita jadi waspada dan
tahu bagaimana mengatasinya, jadi kita bicara preventif disini. Segala sesuatu
yang sudah dipetakan dari awal akan lebih memudahkan kita jika kelak akan
berada disituasi tersebut. Sepakat denganmu sayang, semua orang adalah penakut,
bedanya ada yang tidak bertindak karena ketakutanya dan ada yang bertindak
mengatasi ketakutannya. Super sekali, kutipan kata-katamu, tidak kalah dengan
Mario Teguh. Karena super kukutip di tulisanku ini, ikatlah ilmu dengan
menulisnya agar tak hilang dan tak terlupa. Sebenarnya tanpa kutulispun aku
tidak akan pernah lupa apa-apa yang datang darimu. Karena selalu datang
berulang-ulang setiap saat, di setiap ruang, di setiap keberadaan diriku. Belaian
kata-katamu menyiramiku, membuatku semakin bertumbuh dan bertambah karenamu dan
untukmu, selalu begitu. Selalu menemukan konteksnya…
Berbagi kisah selama membersamaimu membuatku teringat hujan. Ya, hujan. Aku suka hujan. Tahukah engkau kenapa aku suka hujan? Karena hujan selalu mengingatkanku padamu, yang selalu menghujaniku dengan air kebajikan. Ya itu hujan, aku mengenalinya, bukan sekedar siraman, kucuran, aliran, apalagi tetesan. Curahan airnya melimpah dan menyeluruh ke semua ranah. Manfaatnya global dan masif di semua aspek. Karena hujan itu juga rahmat dariNya, itulah hakikat dirimu bagi ku, rahmatNya untukku. Karena hujan adalah saat dikabulkannya keinginan, dan keinginanku adalah tentangmu. Karena hujan adalah air mata langit yang menetes untuk menghapuskan air mataku. Aku suka hujan, karena hujan adalah representasimu…
Malam pun mengalur mengikuti jalan waktunya, bincang kita tak kan pernah berakhir hanya karena malam tlah begerak menjauh meninggalkan kau dan aku. Karena bincang kita bukan tentang kita yang sedang berbincang-bincang, sebagaimana kebersamaan kita bukan tentang kita yang sedang bersama-sama. Tapi tentang sebuah ikatan di alam jiwa yang sudah terpaut satu dan lainnya, sehingga pejamnya matamu dan mataku bukan berarti bincang kita terhenti, rebahnya ragamu dan ragaku bukan berarti kebersamaan kita tlah berakhir. Kepada malam kusampaikan salam, janganlah mentari lekas segera datang karena aku dan dia ingin lebih lama memelukmu… *)
Berbagi kisah selama membersamaimu membuatku teringat hujan. Ya, hujan. Aku suka hujan. Tahukah engkau kenapa aku suka hujan? Karena hujan selalu mengingatkanku padamu, yang selalu menghujaniku dengan air kebajikan. Ya itu hujan, aku mengenalinya, bukan sekedar siraman, kucuran, aliran, apalagi tetesan. Curahan airnya melimpah dan menyeluruh ke semua ranah. Manfaatnya global dan masif di semua aspek. Karena hujan itu juga rahmat dariNya, itulah hakikat dirimu bagi ku, rahmatNya untukku. Karena hujan adalah saat dikabulkannya keinginan, dan keinginanku adalah tentangmu. Karena hujan adalah air mata langit yang menetes untuk menghapuskan air mataku. Aku suka hujan, karena hujan adalah representasimu…
Malam pun mengalur mengikuti jalan waktunya, bincang kita tak kan pernah berakhir hanya karena malam tlah begerak menjauh meninggalkan kau dan aku. Karena bincang kita bukan tentang kita yang sedang berbincang-bincang, sebagaimana kebersamaan kita bukan tentang kita yang sedang bersama-sama. Tapi tentang sebuah ikatan di alam jiwa yang sudah terpaut satu dan lainnya, sehingga pejamnya matamu dan mataku bukan berarti bincang kita terhenti, rebahnya ragamu dan ragaku bukan berarti kebersamaan kita tlah berakhir. Kepada malam kusampaikan salam, janganlah mentari lekas segera datang karena aku dan dia ingin lebih lama memelukmu… *)
*) Ay, email-email yang ku kirim ke kamu saat kamu dinas luar kota, yang kutulis karena ku rindu, ku posting di blog yaaaaaaaaaaaa,,,,,, :))
Posting terkait:
Multitalented for Multigiving
Jealous part two (or part three?)
Posting terkait:
Multitalented for Multigiving
Jealous part two (or part three?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment here