Idiom lagi, suka banget sih pake
idiom? Sedang mengeksplor sesuatu yang bisa mempunyai banyak makna. Termasuk
idiom ini, ada makna harfiah, makna kontekstual, makna idiomatisnya maupun
makna-makna lain yang bisa saja terlekatkan padanya karena sebuah konteks yang
bisa dipahami dengan alur logika. Terus
apa yang mau dibahas nih? Idiomnya atau idiom yang dijadikan judul tulisan kali
ini? Haha, tidak penting, karena ide menulis bukan tentang alasan yang logis
semata, tetapi juga tentang insting. Jadi biarlah jemari menari diatas tuts dan
menuntun ke sebuah muara tujuan tentang apa yang dimaksudkan oleh hati yang
hanya bisa dimengerti oleh hati juga. Nah loh ribet amat bahasanya.
Yes
it is not about the cup but the tea, bukan tentang wadahnya, kemasannya
tetapi lebih ke rasa isinya, TEH! Siapa sih yang tidak suka teh, hampir semua
orang mengenal dan pernah mengkonsumsi jenis minuman ini. Loh kok malah jadi membahas soal teh? Hampir diseluruh negara di penjuru dunia memiliki teh
sebagai salah satu minuman, bahkan banyak yang menjadi budaya dan kebiasaan
masyarakatnya. Di Indonesia misalnya, hampir disemua rumah menyediakan minuman
ini baik untuk disuguhkan kepada tamu atau untuk konsumsi keluarga sehari-hari.
Atau mau lebih khusus lagi, di daerah Tegal, Jawa Tengah (duh mulai deh
bawa-bawa primoldialisme), kebiasaan nge-teh sangat kental, terkenal dengan
istilah moci-nya (teh dalam poci, red). Apalagi kota ini juga terkenal sebagai
kota penghasil teh.
Kembali lagi ke idiom yang dijadikan
judul, ya sekali lagi ini bukan tentang wadahnya ataupun kemasannya tetapi
tentang “taste” rasa isinya. Begitulah yang dapat ditarik kesimpulan dari
sebuah tulisan. Tulisan apapun, baik itu sedang menulis tentang tempat sampah, senja,
cumi-cumi, mentimun, bunga, anak-anak, bahkan tulisan serius seperti,
kurikulum, pendidikan, politik, nasihat, sejarah didalamnya ada kesamaan “ruh”
yang merupakan entitas penulisnya. Ada sebuah kesamaan benang merah yang kalau
diperhatikan, mau membahas tentang apapun jika penulisnya sama kita akan segera
mengenalinya.
Biasanya tulisan dan isinya sangat
terkait erat dengan suasana kebatinan sang penulis. Sedang membayangkan apa
yang tengah dialami oleh penulis-penulis besar seperti Bung Hatta, tatkala melahirkan
tulisan-tulisannya. William shakespiere, kisah yang ditulisnya sangat
melegenda. J.K. Rowling, Aoyama Ghoso, Aghata Cristy, Sidney Sheldon (ketahuan deh selera bacaannya), malah pernah terlintas juga ilmuwan-ilmuwan yang dianggap “freak” seperti Einstein tatkala
menuliskan teori-teori “gilanya”. Pasti ada sesuatu yang dialami di hati dan pikirnya
sehingga lahirlah karya yang fenomenal.
Membaca tulisan-tulisan orang, dan
berpikir ni orang lagi minum teh rasa apa ya di cangkirnya? Kok gag bagi-bagi
tehnya, loh kok?!
Kuis
iseng-iseng ga berhadiah: kalau begitu idiom just my cup of tea artinya…? ^_^’ yak… seratus buat kamu ^_^’