Alhamdulillah
pagi ini mendapatkan ilmu lagi yang sangat mahal harganya, ceritanya diminta
menjadi MC sekaligus moderator (maruk temen ya?) untuk acara seminar parenting
yang diselenggarakan untuk walimurid, sambil mengantarkan seminar,
Alhamdulillah jadi juga catatan yang merangkum isi seminar tadi… semoga
bermanfaat.
Seminar
parenting orientasi orang tua yang mengambil tema “Kiat Orang Tua Membimbing
Anak Dalam Beradaptasi Dan Sosialisasi Di Lingkungan Sekitar” di bawakan dengan
apik oleh Ibu Dyah Astorini, M.Psi bertempat di Aula SD Al Irsyad Al Islamiyyah
01 Purwokerto pada hari Sabtu, tanggal 27 Agustus 2016. Dilatar belakangi oleh berbagai
hal permasalahan seputar sosialisasi dan adaptasi anak seputar sekolah, baik
dengan orang tuanya, teman-temannya maupun gurunya.
Dihadiri
oleh lebih dari seratus orang tua yang memenuhi ruangan aula. Dari awal seluruh
walimurid sudah sangat antusias, dapat dilihat dari banyaknya hal yang
disampaikan dan ditanyakan para orang tua kepada pembicara dari awal acara.
Pertanyaan orang tua ada yang terkait dengan tema seminar yakni tentang
sosialisali dan adaptasi anak terhadap lingkungannya dan ada juga yang keluar
tema, sepertinya memang berangkat dari rumah sudah berbekal pertanyaan untuk
dicarikan solusinya. Yang kesemuanya dikupas tuntas oleh nara sumber dengan
jawaban yang memuaskan orang tua, bahkan sampai waktunya habis pun para orang
tua masih antusias mengulik lagi persoalan seputar parenting ini.
Adapun
rangkuman isi seminar parenting orientasi orang tua yang mengambil tema “Kiat
Orang Tua Membimbing Anak Dalam Beradaptasi Dan Sosialisasi Di Lingkungan
Sekitar” bersama Ibu Dyah Astorini, M.Psi yang dibuka langsung oleh Kepala
Sekolah SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, Usatadz Sudrajat, S.Sos bisa
disimak sebagai berikut:
Yang
pertama kali harus kita sadari bersama adalah bahwa anak-anak kita bukan orang
dewasa dalam bentuk mini, jadi jangan pernah samakan mereka dengan kita, mereka
tidak punya cara pikir yang sama dengan orang dewasa, anak-anak memiliki dunia
dan pemikirannya sendiri. Berangkat dari kesadaran inilah maka tips parenting
ini bisa dikembangkan lebih jauh lagi. berikutnya adalah memahami akan
pentingnya sosialisasi bagi anak-anak kita, mengapa sosialisasi itu penting
bagi anak-anak kita. Jawaban dari pertanyaan inilah yang akan membuat kita
sebagai orang tua, mau tidak mau harus memberikan perhatian lebih untuk
mengajari anak-anak kita tentang keterampilan bersosialisasi dengan
lingkungannya. Sosialisasi menjadi penting bagi anak karena yang menyumbangkan
porsi paling besar dalam kesuksesan seseorang dalam kehidupannya adalah
keterampilan sosialisasi dan kemampuan mengelola emosi bukan kemampuan
akademisnya.
Dalam
kerangka berpikir inilah maka muncul tips-tips terbaik dalam membekali
anak-anak kita keterampilan bersosialisasi. Bagaimana sikap terbaik kita
sebagai orang tua ketika menghadapi anak-anak dengan berbagai persoalannya. Satu
contoh kasus yang dilontarkan oleh salah satu kakak dari siswa mengenai adiknya
yang sangat cerewet di rumah akan tetapi ketika sudah diluar rumah menjadi
sangat pendiam dan introvert. Mungkin kita pernah menemui kasus yang sama
dengan siswa yang lainnya juga. Bisa jadi perbedaan sikap antara ketika di
rumah dan di luar rumah ini dikarenakan anak merasa tidak percaya atau merasa
tidak aman ketika berada di luar rumah maka yang sebaiknya orang tua atau
keluarga lakukan adalah melatih anak untuk berani dan mandiri.
Salah
satu cara melatih keberanian dan kemandirian anak adalah sedari kecil biasakan
anak untuk membantu pekerjaan rumah, bukan sebaliknya justru malah dilarang.
Biasanya sebagian dari kita cenderung untuk melarang ketika si kecil dengan
rasa ingin tahu, penasaran, dan ingin mencoba yang tinggi mulai pegang sapu,
mendekati wastafel, menata-nata meja makan dan lain sebagainya, karena khawatir
justru akan membuat pekerjaan jadi lebih berantakan. Namun akibatnya karena
dari kecil sudah sering tidak dibolehkan membantu pekerjaan, maka ketika besar
orang tua meminta anak untuk membatu pekerjaan rumah, anakakan cenderung
menolak, jadi kuncinya ada di pola pembiasaan. Nah penolakan anak adalah salah satu
implikasinya, akibat lain adalah ketika di rumah rasa ingin tahu, rasa
penasaran dan rasa ingin mencoba yang secara naluriah mulai muncul dianak usia
tertentu tidak dapat dipenuhi di dalam rumah maka secara otomatis anak akan
mencarinya di luar rumah, mencari tahu dari teman-temannya yang juga sama-sama tidak
tahu.
Kemudian
pola pembiasaan yang harus kita praktikan kepada anak-anak kita untuk
mengembangkan ketrerampilan sosialnya adalah respon kita ketika anak kita
mengacaukan sesuatu, memecahkan vas misalnya. Kira-kira respon apa yang akan
dilakukan oleh orang tua? Apakah A. memarahi anak, B. “Ya sudah deh, lain kali
hati-hati ya”, C. Menanyakan Kenapa?, D. Menanyakan apa yang terjadi?. Mari
kita bahas satu persatu, memarahi anak jelas tidak ada gunanya, tidak akan
mengubah sedikitpun apa yang sudah terjadi, bahkan bisa melukai jiwa anak.
Bersikap permisif, ya sudahlah, lain kali hati-hati ya, juga tidak akan membuat
anak akan berhati-hati ke depannya. Lantas respon apa yang sebaiknya kita
berikan? Yang harus kita lakukan adalah menanyakan kepada anak apa yang
terjadi? Tadi ceritanya bagaimana? Jangan tanyakan “Kenapa?” karena kalau kita
terbiasa menanyakan anak dengan “Kenapa?” maka akan membuat anak-anak kita
mencari-cari alasan untuk pembelaan diri dan pembenaran dirinya, pertanyaan ini
membentuk karakter anak yang berapologi.
Berbeda
jika kita menanyakan pertanyaan “Apa yang terjadi?” maka anak akan belajar
untuk mengambil hikmah, apa yang bisa dipelajari dari kejadian tersebut dan
kedepannya apa yang sebaiknya dilakukan. Misalnya, memecahkan vasnya karena
sedang memakai baju sambil berjalan. Nasihat “lain kali hati-hati ya” bisa
diganti dengan “Berjanjilah pada dirimu sendiri bahwa kedepan tidak diulangi
lagi memakai baju sambil berjalan”. Kesadaran dan komitmen anak lah yang sedang
dibangun disini. Kesadaran dan komitmen anak bisa dilatih dengan cara sering
menanyakan pendapat anak, missal dalam kasus tadi, menurutmu bagaimana memakai
baju sambil berjalan? Terus sebaiknya menurutmu kedepan harus bagaimana supaya
tidak terulang lagi? biarkan anak melogiskan sendiri nasihat yang akan kita
sampaikan.
Jadi
kembali lagi ke poin awal, selalulah menggunakan sudut pandang anak dalam
menyelesaikan setiap permasalahan anak. Selanjutnya kita sebagai orang tua juga
harus menyadari bahwa orang tua menjadi model bagaimana anak-anak kita
bersosialisasi, contoh yang diberikan orang tualah yang membentuk keterampilan
sosialisasi pada anak. Salah satu kiatnya adalah dengan sering-sering mengajak
anak di acara-acara umum, seperti arisan, silaturakhim, family gathering kantor
dan lain sebagainya. Jangan pernah khawatirkan anak akan membuat kacau atau
melakukan sesuatu yang memalukan orangtua. Kita bisa jelaskan dan brifing
terlebih dahulu anak-anak kita tentang acara yang akan dikunjungi, dibuat
kesepakatan dengan anak, dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya melogiskan nasihat kita.
Sebenarnya
cara kita memperlakukan anak sangat terkait dengan pola asuh, dimana pola asuh secara
umum dibagi kedalam tiga, yakni 1) Permisif, yaitu pola asuh yang cenderung
membiarkan, membolehkan semuanya, 2) Otoriter, yaitu pola asuh yang semua-semua
serba dilarang, banyak aturan tanpa pelogisan, 3) Demokratis, yaitu pola asuh
yang melibatkan anak, kita bicarakan terlebih dahulu dengan anak. Dan pola asuh
kita sebaiknya menyesuaikan kebutuhan yang dibutuhkan anak pada saat tersebut
apa.
Kiat
berikutnya untuk melatih keterampilan anak adalah dengan permainan group. Setiap
generasi mempunyai ciri khas permainannya sendiri, generasi kita dulu punya permainan-permainan
khusus yang mencirikan zamannya. Namun permainan group ini masih relevan
dimainkan dari generasi ke generasi. Dalam permainan grup ini anak bermain
peran ada yang berperan sebagai polisi dan ada yang berperan sebagai penjahat.
Dalam permainan ini anak dibuat mengerti dan memahai bahwa polisi tidak boleh
kalah dari penjahat, di kehidupan nyata kebaikan harus selalu mengalahkan
kejahatan, kemudian penjahat harus menerima hukuman kejahatannya, dikehidupan
nyata jika ada yang berbuat salah maka aka nada konsekuensinya.
Yang
tak kalah pentingnya adalah perhatian orang tua untuk memastikan setiap anak
mempunyai kemampuan untuk diterima dengan baik oleh teman-temannya, karena
kalau kemampuan ini tidak dimiliki oleh anak maka ia tidak mempunyai teman. Dan
supaya dia mempunyai teman maka anak akan “membeli” teman, kalau anak tersebut
memiliki materi maka ia akan “membeli” temannya dengan materi, namun jika tidak
memiliki materi maka si anak ini akan bersedia melakukan apa saja untuk biasa
masuk ke pertemanan agar ia mendapatkan teman. Inilah cikal bakal anak-anak
kita bergabung dalam “genk”, dia akan melakukan apa saja yang disyaratkan untuk
masuk ke dalam genk tersebut.
Sebagai
orang tua siswa baru yang baru masuk SD kita juga harus “tega” dengan anak,
untuk hal-hal yang prinsip, seperti ketika anak mogok tidak mau sekolah karena
alasan tertentu, maka sikap kita tetap “memaksa” anak kita untuk berangkat
sekolah, dan percaya sepenuhnya kepada sekolah ketika mengantar dan
meninggalkan anak, sekolah punya cara untuk membentuk sosialisasi siswa. Tentu
dengan tetap adanya dukungan dan pendampingan dari oarng tua di luar sekolah,
ketika anak kita ada masalah maka kita ajari dia untuk menyelesaikan
masalahnya, bukan lari darinya. Misal, anak ada masalah dengan teman, di pukul
teman atau di mintai uangnya oleh teman. Maka ajari cara untuk menyelesaikan
masalahnya.
Sedikit
berkilas balik kebelakang dizaman kita sekolah dulu, kalau ada anak yang
mengadu ke orang tua atau guru maka kita akan diolok-olok teman-teman sebagai
tukang ngadu akibatnya kita dijauhi teman-teman karenan dianggap pengadu. Namun
seiring perubahan zaman budaya itu sudah tidak ada lagi. menceritakan pada guru
atau orang tua apabila ada masalah dengan teman bukan hal yang menakutkan lagi
untuk anak sekarang, maka buatkah anak-anak kita nyaman untuk menceritakan
setiap masalahnya. Untuk contoh kasus permasalahan diatas, anak kita bisa kita
ajari cara menjawab temannya yang suka meminta-minta uang anak kita, misalnya
begini “kamu tidak aku kasih uangnya tapi yuk kita belajar bersama, kamu aku
ajari matematika” misalnya.
Dan
untuk anak-anak yang sulit menceritakan masalahnya dengan kata-kata, media
tulis bisa dijadikan sarananya. Minta anak untuk menuliskan apa yang ia
rasakan. Jadikan kita tempat yang nyaman untuk anak menumpahkan dan
menceritakan semua unek-uneknya. Tetap tegas dan konsisten dengan hal-hal
prinsipil, karena sekali saja kita bersikap permisif maka kita akan kehilangan kontrol
atas anak kita.
Ingat!
Memarahi anak tidak akan membuat anak menurut, semakit sering dimarahi justru
akan membuat anak semakin kebal dan membangkang. Bahkan kondisi ekstrim bisa
menumbuhkan dendam, kondisi psikologis yang ekstrim pernah terjadi seorang anak
yang membantai ibu, bapak dan kakaknya, karena seharian dimarah-marahi. Untuk
menghindari hal ini terjadi kalau sudah terlanjur terjadi kita menyelesaikan
permasalahan dengan marah maka tidak ada salahnya kita minta maaf. Dan lihat
betapa ampuhnya kata maaf ini.
Kesimpulannya
secara keseluruhan, selalu dampingi anak di setiap masalahnya, pahamkan dan
ajari anak berhadapan dengan berbagai jenis orang yang berbeda-beda, tanamkan
keterampilan dasar dan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. (Imalia Din
Indriasih)