Eng
ing eng… I’m on the mission. Yup,
hari ini aku sedang dalam misi menyelidiki sesuatu dan aku harus tahu
jawabannya hari ini juga.
Tetapi
sebelumnya kenalkan dulu namaku Adri Krisna, perjaka tong-tong dari kota Pati.
Bagi yang tidak tahu Pati, kota ini terletak di pesisir pantai utara Jawa
Tengah bagian timur, bersebelahan dengan kota ukir Jepara. Tepatnya aku berasal
dari kecamatan Juwana. Kota Juwana ini merupakan kecamatan yang menghubungkan
Pati dengan kabupaten sebelah, kota penghasil garam Rembang. Kecamatanku
merupakan kota terbesar kedua di kabupaten Pati setelah kota Pati, kampung
halamanku itu terkenal dengan kerajinan kuningan dan olahan Bandeng.
Dan
sekarang, diusiaku yang ke duapuluhdua tahun, aku sedang merantau di Semarang
kota Atlas. Mendengar caraku bercerita seolah sedang mengajar geografi ya?
Tepat! Aku memang mahasiswa semester akhir, insyaalloh, di jurusan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial disalah satu Universitas Negeri di Semarang. Dikelasku ada
dua orang yang bernama Adri, yakni diriku dan dan satunya lagi Adrian Maulana,
tapi bukan Adrian Maulana yang artis itu, kebetulan saja namanya sama. Maka
untuk mengidentikkan bahwa yang dimaksud adalah Adri yang ini, aku memakai nama
kotaku dibelakang namaku. Aku pun dikenal dengan sebutan Adri Juwana, terutama
di nama-nama akun social media.
Cukup
perkenalan singkat tentangku. Nah, sekarang akan kuceritakan misiku hari
ini, I’m following, stalking, tapping, recording, analizing, nasi
aking, loh, hehe on the conclution lagi jadi Shinichi Kudo
nih. Dan targetku adalah “DIA”, siapakan dia? itulah yang coba kucari tahu
identitasnya. Cewek itu sangat misterius, harusnya misis-ius ya?
bukan mister-ius, kan cewek bukan cowok.
Harus
kuceritakan juga kenapa aku harus menyelidiki cewek satu ini. Diantara kalian
ada yang percaya love in the first sight gak? Bukan, ini bukan
tentang cinta pada pandangan pertama. Tapi ini tentang hati, hatiku yang
langsung terbawa pergi olehnya dikali pertama aku berjumpa dengannya, di
perpustakaan kampus pagi ini. Karena itu sekuat tenaga aku harus berusaha
memastikan apakah hatiku berada di tempat yang tepat. Dan kalau ternyata tidak,
aku harus bisa merebutnya kembali dan menempatkannya kembali di tempat yang
benar. Saaaahh… bahasanya mulai puitis nih.
Kumulai
dengan mengikuti jejaknya, berasa seperti anjing pelacak nih. Tapi
aku melacak pakai mata bukan mengandalkan penciuman. Pertama kuikuti dia ketika
pertama kali keluar dari kampusnya, langsung kukenali cewek itu dari jauh
dengan jilbab biru mudanya. Dia sedang menuju parkiran, deretan di area parkir
motor dilewati begitu saja, menuju area parkir disebelahnya, dipencetnya sebuah
tombol kecil dari benda yang dipegang di genggaman tangannya. Tak jauh darinya
Chevrolet aveo hahctback warna biru metalik menerima respon,
sejurus kemudian cewek itu masuk dan melajukan si biru keluar gerbang fakultas
sastra.
Kusetarter
jagoan merahku, mengikuti si biru yang melaju kearah jalanan kota. Tidak sebut
merek ah, entar dikira produk sponsor, mana gak dibayar lagi, lah tadi
sebelumnya apaan? Bukannya sebut merk juga? Gimana sih tidak konsisten!, ya
sudahlah!. Singkat cerita, ternyata sibiru metalik berhenti dipelataran parkir
sebuah coffee shop “Blue Café”, cewek berjilbab biru itu turun
dari si biru metalik menuju café biru dan memilih duduk di
deretan kursi biru disalah satu sisi café yang berdekatan
dengan kaca yang juga bernuansa biru. Nah loh kenapa jadi serba biru begini,
mana sayup-sayup dari dalam café terdengar alunan lagu “Malam
Biru”nya Sandhi Sondoro, komplit sudah serba birunya, ditambah hatiku yang juga
membiru.
Kuparkirkan
juga si bebek merahku diparkiran café yang sama, akupun masuk
dan mengambil tempat duduk jauh di sudut café ditempat yang
tidak terlalu mencolok perhatian dari posisi duduk si jilbab biru. Kuambil
majalah dari etalase tak jauh dari tempatku duduk. Seorang waiter datang
menghampiri dan menyodorkan booklet menu kehadapanku. Karena
ini coffee shop, maka banyak sekali ragam kopi yang ditawarkan
dalam daftar menu dihadapanku. Aku bukan penggemar kopi jadi aku pilih saja
yang ringan, cappuccino latte dengan topping karamel dan onions rings jadi pilihanku.
Setelah waiter meninggalkan mejaku kembali mataku mengamati
meja di pinggir kaca café, si jilbab biru sedang menikmati cangkir
kopinya ditemani french fries di piring cemilannya. Sambil
menyentuh-nyentuh screen enam inch phablet warna pink di
tangannya, kok bukan biru? Tidak harus biru juga kan? Tidak harus dibahas juga
kan?.
Dari
tempatku duduk aku tak bisa melihat apa yang sedang cewek itu lakukan dismartphone-phabletnya,
kayaknya harus menggunakan teleskop nih. Karena tak bisa melihat jelas, sejenak
kemudian kuputarkan pandangan mataku ke seputar ruangan café, di tengah
ruangan ada meja racik kopi dan di sana dua orang barista sedang melakukan
keahliannya meracik minuman kopi. Tak lama kemudian waiter kembali
mendatangi mejaku untuk mengantarkan pesananku. Cangkir warna biru berisi cappuccino
latte yang diletakkan diatas mejaku itu diatas buihnya ada pasta karamel
membentuk hati, mengingatkanku kembali akan misi yang sedang kulakukan. Maka
sontak mataku kembali melihat ke arah cewek itu.
Sepertinya
dia sedang ingin berlama-lama di café ini, atau…? Tiba-tiba
terlintas di pikiranku kalau dia sedang menunggu seseorang? Ya, betul
sepertinya cewek itu sedang janjian ketemu dengan orang lain di café ini.
Tapi siapa ya? Akupun mereka-reka semua kemungkinan di otakku, cowoknya? Ah gak
mungkin masa cewek berjilbab rapi seperti itu punya cowok, temannya? Atau
keluarganya? Ah, gak tahu ah…
Bel
di pintu café berdenting kala terbuka, dan seorang perempuan
paruh baya memasuki ruangan. Haruskah kugambarkan bagaimana rupa perempuan itu?
aku berpikir adakah relevansinya perempuan itu dengan misiku? Ya pokoknya walau
tak muda lagi tetapi perempuan yang tengah duduk di hadapan jilbab biru itu
masih meninggalkan gurat-gurat cantik masa mudanya. Aku tidak melihat kemiripan
wajah dengan si jilbab biru, jadi kusimpulkan saja tidak ada hubungan darah
antara keduanya.
Si
jilbab biru memanggil waiter dan menawarkan pesanan kepada
tamunya. Aku sempat berpikir sepertinya café ini bukan tempat
pertemuan yang lazim untuk dua orang yang sedang kuamati itu. Ya, karena tempat
ini identik dengan tempat kongkownya anak muda gaul, dan itu sama sekali tidak
cocok dengan profil dua perempuan yang tengah keperhatikan itu. Kecuali mereka
memang penggemar berat kopi atau mereka adalah pemilik atau manajemen
dari café ini. Ah, haruskah aku menemukan jawaban dari
pertanyaanku itu, kembali kutanyakan relevansinya dengan misiku. Apakah itu
berkaitan dan berpengaruh langsung pada hatiku yang tengah kuperjuangkan? Only
God knows, halah ujung-ujungnya gitu, bukannya harus begitu?.
Tapi
memang seringkali seperti itu, kita terkadang susah menemukan jawaban dari
pertanyaan yang bukan kita pembuat pertanyaannya. Jadi kalau ingin selalu
menjawab benar untuk setiap pertanyaan, buatlah pertanyaanmu sendiri. Tetapi
kalau menjawab pertanyaan yang dibuat oleh orang lain ada kemungkinan kita
salah menjawabnya, meski ada juga kemungkinan kita benar menjawabnya. Kok jadi
membicarakan tanya-jawab sih, seperti dah jadi guru saja yang salah satu
tupoksinya membuat pertanyaan sekaligus membuat jawaban dari pertanyaan
tersebut. Hehe, Insyaalloh kalau tahun ini lulus kuliah, siap deh jadi guru
geografi.
Kembali
ke misiku, setelah membicarakan sesuatu yang menurut dugaanku masalah yang
penting, keduanya sepertinya sudah mencapai kesepakatan yang aku tidak tahu
membicarakan apa dan menyepakati apa. Wah selain kurang teleskop kayaknya harus
bawa penyadap suara juga nih. Lantas keduanya berdiri, saling bersalaman dan
cipika-cipiki, lantas perempuan paruh baya itu pun pergi meninggalkan si jilbab
biru sendiri. Namun tak lama kemudian si biru pun memanggil waiter untuk
menanyakan bill dan segera bersiap untuk pergi.
Sebuah
kode bagiku untuk juga ikut beranjak pergi, kulakukan hal yang sama dengan si
jilbab biru, memanggil waiter dan membereskan bill.
Aku tetap menjaga jarak tatkala aku kembali mengikuti si jilbab biru, kali ini
dia tidak menuju ke si biru metalik di parkiran tetapi berjalan kaki menyusuri
trotoar di sepanjang komplek pertokoan di blok ini. Berjalan santai
sambil sight-seeing ke etalase-etalase toko sepanjang jalan
ini. windows shopping? Itukah yang sedang dilakukannya? Aku terus
menebak-nebak dalam pikiranku, sampai aku menyadari sesuatu. Dia memang sengaja
berjalan kaki diantara kaca-kaca etalase toko itu, karena kaca-kaca itu bisa
memantulkan sesuatu dibelakang si jilbab biru. Ya, dia tahu kalau dia sedang
diikuti olehku, tapi aku tidak tahu sejak kapan dia tahu.
Kemudian
di taman kecil di ujung blok si jilbab biru menghentikan langkahnya.
Membalikkan badan dan memanggilku, setelah aku mendekat dia berkata dengan
tegas. “Berhenti mengikutiku!”. Mungkin karena kurang
berhati-hati, kunci mobil ditangannya terjatuh, dan tatkala dia membungkuk
untuk mengambilnya. Sesuatu yang berbulu keluar dari tas biru yang di bawanya.
Setelah mendapatkan kembali kunci mobilnya dia segera berajak pergi
meninggalkanku yang terbengong-bengong sendiri. Sekian detik setelah kutersadar
segera kupungut sesuatu yang berbulu yang jatuh dari tas cewek itu.
“Cup,
cup, cup, Hati-ku sayang… kamu baik-baik saja kan?” kataku sambil memungut
hamster putih binatang piaraanku yang pagi tadi di perpustakaan tanpa sengaja
meloncat masuk ke tas cewek berjilbab biru yang segera pergi sebelum aku sempat
mengambil binatang kesayanganku itu. “Hati-ku sayang, kamu tidak boleh nakal
lagi, aku sangat megkhawatirkanmu, tidak boleh masuk sembarangan ke tempat
orang lain ya?”. Sekarang kenalkan ini hamster kesayanganku, namanya Rohati,
aku biasa memanggilnya Hati.
Sejenak
aku terdiam sepertinya aku lupa sesuatu, apa ya? Ya, aku lupa menjelaskan yang
sebenarnya kepada cewek berjilbab biru itu, ia pasti telah salah paham karena
kuikuti seharian ini. Duh, Sinichi Kudo yang gagal misi. Kalian pasti aneh
kenapa harus pakai stalking diam-diam
gak ngomong langsung saja dari awal? aku pun menanyakan
pertanyaan yang sama, tapi aku tak pernah menemukan jawabannya. Tapi meski aku
tidak tahu jawabannya, setidaknya aku tahu hikmahnya, kalau aku menanyakan
langsung dari awal, tidak akan ada cerita pendek ala Sinichi Kudo yang gagal
misi ini. Rencananya cerpenku ini akan ku kirimkan ke majalah favoritku. Kan,
apa ku bilang selalu ada hal positif dibalik setiap kejadian.