Menjelang matahari
kembali pulang ke peraduan, sinarnya melembut dan temaram. Hangatnya yang
tak lagi menyengat dan semburatnya menghias cakrawala barat dengan saga.
Momentum yang tidak akan pernah diprotes oleh manusia manapun di dunia, yang
biasanya selalu mengeluhkan panasnya mentari. Mungkin jaman sekarang, mengeluhkan
panasnya cuaca di tengah hari sudah menjadi kebiasaan baru manusia, hatta itu
hanya di status media sosialnya. Tak pernah ditemui ada yang mengumpat tentang
senja. Yang ada menggores sajak dan kisah dari sang senja. Senja akan
selalu dirindukan seluruh umat manusia di dunia yang membutuhkan rebah untuk
sebongkah raga dan istirah untuk sepenggal jiwa.
Disuatu masa di suatu
waktu menjelang senja, dua pasang kaki menapaki jalan inspirasi untuk berburu
senja. Kumandang Ashar yang baru saja menghilang menjadi pertanda perburuan
segera dimulai. Dua pasang mata pemburu menyusur sudut, adakah obyek buruan
yang indah dan pantas ditangkap dan diabadikan dalam gambar. Menelisik segala
pandang, sepasang pemburu ini menggenggam mantap senjata di tangan. Memantapkan
target tujuan, senjatapun didekatkan di pandangan dan “shot!” klik tombol
kamera menangkap buruan.
Kaki-kaki para pemburu
menapak pematang sawah yang padinya masih hijau menghampar, setelah jepretan
kamera mencoba menangkap beberapa sudut gambar. Sepasang pemburu
mengambil jeda.
“Kita istirahat dulu
di pondok itu” kata si lelaki menunjuk sebuah pondok kecil di tengah sawah.
Sang wanita, menurut
saja mengikuti langkah kaki di depannya. Duduk bersebelahan, membicarakan hasil
jepretan kamera sore ini.
Seraya duduk
dibukanya view gambar pada kamera DSLR yang dipegangnya sang
wanita memulai bicara “Panning*)ku kurang sempurna” seraya menyodorkan
kamera pada sang lelaki.
“Coba lihat”
diterimanya kamera dari si wanita.
“Setelan diafragmanya
dan kecepatannya sudah pas kok, mungkin pergerakan kamera dengan obyeknya yang
tidak pas, nanti di coba lagi, pulangnya kita lewat jalan raya”.
“Framing**)
kamu keren, pohon berbentuk Y itu sempurna membingkai obyek” sang wanita
tersenyum, melihat hasil jepretan si lelaki.
“Ya, sangat sempurna,
karena obyeknya adalah dirimu” kedipnya menggoda si wanita.
Disambut rona sipu si wanita. Kemudian, dilihat-lihat lagi gambar
lainnya hasil buruan mereka, dan akhirnya terhenti pada sebuah gambar.
“Ada yang salah dengan
potret ini?” gumam si wanita melanjut bincang.
Dilongoknya gambar
yang dimaksud oleh wanitanya. “Itulandscape***), aku mengambilnya saat
kita lewat masjid kampus bada Ashar tadi, apanya yang salah?”
“Aku tidak tahu apa,
tapi ada sesuatunya yang salah, coba deh kamu lihat lagi."
“Gambar masjid utuh
sebagai latar belakang, komposisi langit sepertiganya, aktifitas orang yang
lewat di depannya terlihat natural, apanya yang salah?” jelas si lelaki sambil
mengejar tanya.
“Entahlah. Kau yang
mengambil gambarnya, kau bantu aku tuk menjelaskan dimana letak salahnya.
Sebenarnya pesan apa yang ingin kau sampaikan kepada penikmat gambar saat kau
menyajikan gambar ini?”
Angin menghembus
meniup rambut si lelaki yang mulai memanjang. Sedetik kemudian titik-titik
halus turun bersusulan jatuh dari langit yang sebenarnya tidak bisa dikatakan
gelap. Kemudian datanglah pelangi. Seandainya saja ada satu lagi kamera lain
yang menangkap pemandangan sempurna ini dari arah tenggara yang menangkap
gambar ini. Meskipun demikian setidaknya gambar itu sudah terekam baik oleh
sepasang manusia itu, terekam dengan kamera hati tersimpan abadi dalam ingatan
keduanya. Yang tengah dimabuk asmara, yang tengah memadu cinta. Lihatlah!
sebuah sudut gambar yang sempurna, sepasang anak manusia yang tengah duduk berdua
di pondok kecil ditengah hamparan padi yang warna hijaunya merata, dengan latar
belakang Gunung Slamet yang kokoh dan jelas menjulang dibelakangnya, dilengkapi
pelangi yang melengkung di atasnya. Gambar yang sempurna!
Mata lelaki itu
menatap lembut wanitanya, yang tengah kebingungan. “Kucoba menguraikannya
untukmu, tetapi sebelumnya beri aku petunjuk bagian mana yang tidak kau
mengerti sehingga kau merasa ada yang salah dengan potret itu?”
Tak urung, sesudut
senyum tersungging juga di bibir si wanita menerima tatap teduh dari pujaan
hatinya “Mungkin bagian ini” jari telunjuknya menunjuk ke satu titik gambar.
Dengan sabar si lelaki
menanti penjelasan.
Jari sang wanita
menunjuk pada sebuah gambar, terlihat di halaman masjid ada sekeluarga yang
baru turun dari sebuah mobil, dari jauh model dan logonya seperti family car dari
brand terkenal di Indonesia. Kemungkinan keluarga ini berasal dari luar kota
dan yang kebetulan melewati kota ini saat Ashar tiba, mampir ke masjid untuk
menunaikan sholat Ashar, platnya B, jelas bukan dari kota ini.
Keluarga yang lengkap, sebuah keluarga muslim yang lengkap, ada Ayah, Ibu, dan
kedua anaknya, seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki.
Sebuah gambaran
keluarga yang siapapun yang melihatnya akan melihat sebagai potret sebuah
keluarga yang ideal dan berbahagia. Si suami terlihat mapan, sukses dan
menjabat, dengan penampilannya yang santun dan sholeh. Sang Istri yang
berjilbab rapi, sangat cantik, anggun dan berkelas terlihat seperti berasal
dari latar belakang keluarga yang terpandang dengan sangat keibuan menggandeng
kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Mendampingi suami tercinta, menjajari
langkahnya. Melihat sang istri, sungguh sangat sempurna, mencoba membandingkan
denganku, tentu saja bukan bandingannya, aku kalah telak, kalah cantik, kalah
anggun, kalah berkelas, kalah pengaruh, kalah dewasa, kalah keibuan kalah
segalanya. Sungguh bodoh lintasan pikiranku yang mencoba membandingkanku
dengan sang istri.
Lelaki bermata teduh
masih sabar menunggu penjelasan wanita dihadapannya yang masih mengalur
pada jalinan angannya sendiri, tak sepatahpun kata keluar dari mulut
lelaki itu tuk mendesak jawab, meski rasa penasaran mengusai pikirnya.
Sementara sang wanita
masih mengembara di angannya menyaksi gambar di layar kamera yang dipegangnya.
Ada yang salah! ya, aku tahu ada yang salah pikirnya, tapi apa?. Kembali
matanya menyelusur semua potret yang dijepret kekasihnya, dan hatinya mulai
menganalisa. Ya, itu dia!
Dari gambar-gambar
tersebut sang suami terlihat tidak berbahagia, tak satu pun dari beberapa
potret yang dijepret oleh kekasihnya si lelaki bermata teduh, yang
menunjukkan ekspresi muka sang suami pada potret terlihat berbahagia bersama
dengan istrinya. Dari beberapa hasil jepretan yang tengah dilihatnya, mata sang
suami selalu tertuju pada sebuah benda kecil yang tergenggam di tangannya,
telepon genggam! Ya itu sebuah telepon genggam. Seakan jiwanya tidak berada di
tempat yang sama dengan tubuhnya. Melainkan melayang jauh di suatu tempat yang
tak diketahui rimbanya. Kini aku tahu apa yang salah!
“Salah teknik kayaknya
sayang” tutur si wanita.
Kening si lelaki
berkerut “Maksudmu?”.
“Kekuatan hasil
jepretan fotografi yang menggunakan teknik landscape. Seharusnya
bercerita tentang komposisi yang proporsional akan obyek yang ingin disajikan.
Panorama masjid sore hari misalnya. Kalaupun ada makhluk hidup di dalamnya itu
hanya melengkapi suasana panorama masjid yang ingin disuguhkan” berhenti
sejenak, disusul sebuah senyum lembut, dipegangnya tangan lelaki kekasihnya.
“Kebetulan kau
menangkap gagasan lain dari fotografi, kita mengenalnya sebagai gambar
ekspresif, fotografi yang menangkap perasaan manusia sebagai obyeknya.
Bisa jadi sudut pengambilan gambarmu juga yang menyebabkan gambarmu tertangkap
berbeda, seperti bukan landscape” berhenti sejenak, melihat
ekspresi lelakinya yang sangat sabar dan kemudian melanjutkan kembali
penjelasan.
“Fokus dari gambarmu
adalah keluarga ini yang ada tepat ditengah pintu masjid, bukan masjidnya,
bahkan komposisi langit dan obyek, sedikit kurang pas”
Di acaknya kepala sang
wanita, lelaki bermata teduh itu sangat mengenal wanita pendamping hidupnya itu
“Tapi bukan teknikku yang salah kan yang mengganggu pikiranmu?”
Ada yang menggenang
disudut mata sang wanita “Ya kau benar bukan itu yang mengganggu pikiranku….”
Menghela nafas sejenak “Karena aku mengenal keluarga ini tapi aku tidak
mengerti kenapa harus ada yang terlihat tidak berbahagia padahal apa yang
dimiliki mereka jauh diatas yang dimiliki rata-rata orang sedunia, jauh diatas
yang dimiliki oleh kita. Ada yang salah dengan gambarnya, atau aku yang salah
menerjemahkan gambarnya”
Warna saga di cakrawala berubah menghitam, titik-titik air langit berubah
menderas, sang matahari tepat berada di ufuk barat di titik peraduannya. Sayup
di kejauhan terdengar kumandang Adzan Maghrib memanggil para sahaya untuk
menghadap sang Tuan. Di tengah derasnya hujan dan mulai menggelapnya alam,
sosok lelaki bermata teduh perlahan memudar dan lama-kelamaan menghilang lenyap
tak berbekas bahkan satu noktah pun tak tersisa. Meninggalkan sang wanita dalam
kebingungan, ternyata teman bicaranya sedari tadi hanyalah teman hayalannya
saja, sosoknya tidak nyata, namun hadir begitu nyata dihadapannya lengkap
dengan kepribadian, peran, dan dunia yang mengkonstruknya.
Belum hilang
kebingungannya, sang wanita semakin tak mengerti tatkala dilihatnya tangannya
mulai transparan dan menjalar ke bagian tubuhnya yang lain. Semakin tipis dan
makin menipis hingga hanya menjadi titik-titik. Dia mengalami hal yang sama
dengan kekasihnya tadi, dirinya dalam proses menghilang. Di ujung
sadarnya sang wanita menyadari bahwa dirinya pun hanya sebuah hayalan, bagian
dari imaginasi sebuah pikiran, dirinya lahir sebagai karakter dalam kisah yang
dituliskan oleh penulis begitu nyata lengkap dengan sifat dan dunia yang
ditinggalinya. Dirinya lahir dari kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat,
kemudian disusun menjadi sebuah cerita.
Dan di detik terakhir
sebelum wanita itu menghilang, sesimpul senyum termanis tersungging sangat
jelas seraya memandangmu yang mulai mengerti. Ya, kamu yang sedang membaca
cerpen ini, kamu masih bisa melihat senyum sang wanita dengan jelas. Bahkan
saat tatap matanya menatapmu dan kemudian lenyap menghilang. Selamat datang di
dunia imaginasi kawan, dimana ketidakmungkinan adalah bukan apa-apa!.
Sekarang jawablah apa yang salah dari potret ini?!
*)Panning : teknik fotografi untuk memotret obyek
yang bergerak, mobil lewat misalnya, hasilnya obyeknya terlihat jelas
tetapi backgroundnya blur, caranya dengan menyetel diafragma besar
dan kecepatan rendah pada kamera manual kemudian pengambilan gambarnya dengan
menggerakkan kamera mengikuti benda yang bergerak.
**)Framing : framing pada fotografi berbeda
dengan framing pada teori media massa. Framing adalah teknik
fotografi dengan membingkai obyek menggunakan obyek lainnya.
***)Landscape : Teknik fotografi yang memotret
banyak obyek dengan komposisi tertentu, salah satu obyeknya menjadi obyek
utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment here