*) Dimuat di Majalah Adzkia Indonesia Edisi 100 Oktober 2017
Pemikiran yang baik harus dikomunikasikan dengan
efektif ke khalayak luas agar dapat dirasakan manfaatnya oleh orang banyak.
Ide, gagasan serta opini yang positif ini bisa dituangkan diantaranya dalam
bentuk tulisan yang bisa dibaca oleh publik. Semakin sering ide-ide inspiratif
yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan akan semakin tajam nilai positif yang
dibawanya, apalagi kalau tulisan-tulisan tersebut bisa di publikasikan melalui
media yang tepat dengan sasaran yang tepat pula.
Akan sangat disayangkan jika banyak orang-orang baik
dengan pemikiran yang positif akan tetapi tidak dapat menuangkan gagasannya
karena sebuah sumbat yang terlalu klise untuk dibahas dan hal klise ini
bukannya tanpa solusi sebenarnya. Katup yang menyumbat ini kita sebut saja
sebagai kurang membudayanya sebuah kebiasaan yakni budaya literasi.
Pendefinisian budaya literasi disederhanakan menjadi kemampuan membaca dan
menulis masyarakat di suatu Negara.
Budaya membaca dan menulis inilah yang dirasa masih
jauh dari kata ideal di masyarakat kita. Dimana kecenderungannya masyarakat
lebih menyukai aktifitas menonton atau mendengarkan daripada kegiatan membaca
dan menulis. Kondisi yang seperti ini kita tidak dapat menjatuhkan kesalahan seratus
persen kepada masyarakat Indonesia secara umum, karena keadaan kurangnya budaya
literasi di masyarakat berlangsung sekian lama di masyarakat kita. Yang kalau
mau dikaji lebih mendalam banyak sekali faktor yang mempengaruhinya,
diantaranya pengaruh penjajahan yang menduduki Indonesia lebih dari 3,5 abad
lamanya, dimana para penjajah tetap menginginkan masyarakat kita jauh dari
literasi jauh dari budaya baca dan tulis demi kepentingan mereka di bumi
nusantara. Sementara kita baru merdeka selama 72 tahun sebuah perbandingan yang
sangat jomplang, 3,5 abad berbanding 72 tahun.
Menumbuhkan budaya literasi di masyarakat yang
kurang mengenal budaya ini tentu merupakan tantangan tersendiri, namun bukannya
tidak mungkin. Seperti sempat disinggung diatas, permasalahan kurangnya budaya
membaca dan menulis ini bukannya tanpa solusi. Apalagi di dunia pendidikan,
seharusnya budaya literasi ini menjadi karakter yang menjiwai ruh pendidikan di
Indonesia. Demikianlah kondisi ideal yang seharusnya dicapai. Karena di dunia pendidikanlah awalnya dikenalkan
melek literasi, dan di dunia pendidikanlah kemampuan membaca dan menulis terus
dibangun serta dibina kepada seluruh komponen di dunia pendidikan. Terutama
kepada peserta didik dan guru-gurunya, namun tidak menutup kemungkin an juga
menyasar kepada walimuridnya atau karyawannya serta semua orang yang terkait
dengan dunia pendidikan.
Berangkat dari hal inilah maka keinginan untuk
membangun budaya literasi seharusnya sudah menjelma menjadi langkah nyata dan
bukan hanya di dataran yang diwacanakan saja. Menantang memang karena yang
harus dibangun dan ditumbuhkan pertama kali adalah kesadaran manusianya akan
pentingnya serta manfaatnya dari membaca dan menulis. Baru setelah kesadaran
itu tumbuh maka akan lebih mudah untuk membudayakan membaca dan menulis di
masyarakat, termasuk di dunia pendidikan.
Meski demikian kesadaran akan pentingnya literasi
ini juga bisa diawali dengan memastikan wadah untuk menyalurkan potensi membaca
dan menulis ini cukup tersedia. Saluran-saluran inilah yang bisa kita usahakan
untuk dijadikan pijakan awal untuk membangun sebuah budaya yang menggambarkan
sudah tingginya peradaban manusia yakni budaya membaca dan menulis. Dimana
budaya membaca dan menulis bisa disalurkan melalui media yang tepat dan efektif.
Pada masa globalisasi sekarang ini tidaklah sulit karena hampir semua media
bisa diakses dan dijangkau oleh khalayak luas.
Jadi sebagaimana membaca, menulis juga merupakan sebuah
proses, yakni proses merubah sebuah pemikiran yang hanya ada di kepala penulisnya
kedalam bentuk tulisan sehingga bisa diketahui khalayak.
Keduanya baik membaca ataupun menulis, keduanya saling
terkait, kemampuan menulis seseorang biasanya dipengaruhi dari kebiasaan
membaca. Semakin suka seseorang untuk membaca maka akan semakin lancar dalam
menuangkan ide atau gagasannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam dunia pendidikan
membaca dan menulis merupakan kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran
bahasa. Membaca dan menulis merupakan bagian dari kompetensi dasar mata pelajaran
bahasa Indonesia selain berbicara dan mendengarkan. Yang sebenarnya keempatnya
juga saling mempunyai keterkaitan. Namun karena obyek dari artikel ini adalah
pada budaya literasi maka di fokuskan pada membaca dan menulis saja.
Disekolah banyak sekali kegiatan yang ditujukan untuk
mengangkat kemampuan membaca dan menulis baik bagi peserta didik maupun bagi
guru, baik didalam intrakurikuler maupun ekstra kurikuler. Namun seperti yang
dikemukakan dilatar belakang permasalahan bahwa membaca dan menulis ini belum
menjadi budaya, belum sampai pada taraf pembiasaan yang mengkarakter di
lingkungan sekolah. Maka inilah “pekerjaan rumah” yang harus segera dicarikan
pemecahannya, yakni bagaimana membangun budaya literasi di lingkungan sekolah.
Menyadari kondisi akan pentingnya membangun budaya literasi
dilingkungan sekolah ini maka perlu dilakukan beberapa hal untuk mencapainya.
Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan seperti menyelanggarakan madding, lomba
literasi antar kelas, pertunjukan rutin kebahasaan, dan lain sebagainya. Kesimpulannya
solusi dari permasalahan ini adalah dengan menjadikan membaca dan menulis
sebagai sebuah budaya dengan memanfaatkan semua media, sarana dan prasarana dan
memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah. seperti majalah sekolah, web sekolah,
majalah dinding, kegiatan pembelajaran yang berbasis literasi, kunjungan
perpustakaan, kegiatan bulan bahasa, lomba-lomba kepenulisan, pelatihan
kepenulisan, dan lain sebagainya. Memanfaatkan momentum bulan Oktober sebagai
bulan Bahasa maka saluran-saluran untuk menampung budaya literasi di sekolah
mulai di gelontorkan. Dengan wadah-wadah yang
berkesinambungan inilah diharapkan budaya literasi menjadi karakter
kepribadian kita semua. Aamiin. (Imalia Din Indriasih)
Artikel Terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment here