The
Phantom of the Opera adalah karya
klasik yang telah diadaptasi dalam berbagai bentuk karya, diantaranya, drama,
film, opera dll, sejak pertama kali diterbitkan tahun 1910 di Perancis.
Mengambil genre, drama, musical, romance
dan thriller. Menceritakan kesedihan dan kesepian yang melanda pemeran
utamanya setelah bapak-ibunya meninggal dunia. Namun ternyata, situasi itu
membuka jalan baginya untuk menemukan bakatnya yang luar biasa setelah
bergabung dengan paduan suara di Gedung Opera Paris. Dari sana cerita berawal.
Di gedung itu, ia mendengar suara yang bernyanyi dan berbicara dengannya. Dia
percaya suara itu berasa dari malaikat yang mengajarinya musik surgawi. Diluar
dugaan, itu merupakan hantu penunggu gedung opera. Yang lebih menarik lagi
keduanya saling jatuh cinta. Mungkinkah kisah tersebut berhasil?
Diingatanku masih terngiang kisah
klasik itu yang dengan apik kau mainkan simponinya. Tertegun takjub terpaku
ditempatku berdiri, menatap bintangmu yang bersinar ditengah panggung besar
pentas nasional. Tanpa sedikitpun ragu
dan bimbang kau begitu pasti dan berkilau dengan beranimu, dengan mampumu. Aku
masih tertegun tatkala bintang-bintang kembali berkelipan dan akhirnya hilang
tenggelam dibalik layar. “twinkle twinkle little stars how I wonder what you
are, Up above the world so high, like a diamond in the sky…” ku masih
menggumamkan lirik itu kala cercah sinarmu menjauh mengecil dan menghilang. Dan
semuanya pun bergemuruh riuh dengan tepuk tangan penuh rasa puas akan karya kecilmu
yang sungguh dasyat. Sekali , dua kali, tiga kali kau mainkan peranmu dengan
apik. The Phantom of the Opera pun
tersimpan special dihati. Piala-piala kemenanganmu itu pun menjadi saksi betapa cerahnya
sinarmu.
Melangkah
menuju panggungmu berikutnya, aku menangis dan sungguh sangat menyesali diri
aku tidak bisa berdiri disana menjadi saksi betapa sinarmu sungguh sangat
cemerlang. Kau adalah pemeran utama itu, seorang pahlawan yang berjuang
menegakkan tauhid meski berjuta siksa menerjang dan menghadang. Namun di hati
seorang pahlawan hanya ada iman yang tak kan tergadaikan walaupun dengan
serangan mengenaskan. Kau tahan beratnya batu itu, ditengah hamparan panasnya
padang pasir. Hingga ajal menjemputmu kau tetap bertahan dalam iman Tuhanmu.
Ahad…, Ahad…, Ahad,… telunjukmu yang mengacung ke atas di antara sengal sisa
nafasmu menjadi saksi Tuhanmu bersamamu diakhir ajalmu. Bilal Bin Rabah, sosok
pahlawan yang kau perankan dengan apik. Dan aku hanya mendengarkan
pujian-pujian tentang betapa cemerlangnya sinarmu di atas panggung itu dari
mulut-mulut lain. Bukan dengan mataku, maka meneteslah dua butiran bening dari
dua sudutnya. Maafkan aku…. Sebuah dendang lagu… “Siapakah Tuhanmu? Apa
agamamu? Siapakah Nabimu? Apa Kitabmu? Tuhanku adalah Alloh, agamaku Islam,
nabiku nabi Muhammad, Al Quran Kitabku…” menyisakan ngiang tentang sebait syair
yang kau nyanyikan diantara ruang sesalku.
Banyak
panggung yang kau bintangi, memandangmu aku seakan dibawa bernostalgia belasan
tahun silam dimana jejakmu kini pernah kujejaki juga dulu di masaku. Hari ini
panggung megah itu kembali terhampar dihadapanku, kaulah pemeran utamanya hari
ini. Dibawah sorot lampu panggung dan kamera. Tapi seperti sebelum-sebelumnya akuu tak bisa menyaksikannya. Hanya rekamnya yang bisa ku tonton untuk
membenamkan ingat agar terhindar lupa bahwa kau teramat istimewa.
Dan
tahukan engkau sayang? Kau selalu jadi pemeran utama dihidupku, yang tak pernah
sekalipun berkata dan berbuat kasar kepadaku, yang selalu menolongku saat
kumemerlukanmu. Kan kutuliskan kisahmu dengan tinta kasih sayang terpanjang
yang tak terputuskan oleh zaman … doakan semoga aku bisa melaksanakan amanah
Tuhanmu, yaitu dirimu dan adik-adikmu. Putra sulungku tersayang… Muhammad Zidan
Hifzhurrahman. Ummi ridho padamu… terimakasih untuk semuanya.
Posting terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment here