Senin, 13 Mei 2013

A Shining Star



            The Phantom of the Opera adalah karya klasik yang telah diadaptasi dalam berbagai bentuk karya, diantaranya, drama, film, opera dll, sejak pertama kali diterbitkan tahun 1910 di Perancis. Mengambil genre, drama, musical, romance dan thriller. Menceritakan kesedihan dan kesepian yang melanda pemeran utamanya setelah bapak-ibunya meninggal dunia. Namun ternyata, situasi itu membuka jalan baginya untuk menemukan bakatnya yang luar biasa setelah bergabung dengan paduan suara di Gedung Opera Paris. Dari sana cerita berawal. Di gedung itu, ia mendengar suara yang bernyanyi dan berbicara dengannya. Dia percaya suara itu berasa dari malaikat yang mengajarinya musik surgawi. Diluar dugaan, itu merupakan hantu penunggu gedung opera. Yang lebih menarik lagi keduanya saling jatuh cinta. Mungkinkah kisah tersebut berhasil?
            Diingatanku masih terngiang kisah klasik itu yang dengan apik kau mainkan simponinya. Tertegun takjub terpaku ditempatku berdiri, menatap bintangmu yang bersinar ditengah panggung besar pentas nasional. Tanpa sedikitpun  ragu dan bimbang kau begitu pasti dan berkilau dengan beranimu, dengan mampumu. Aku masih tertegun tatkala bintang-bintang kembali berkelipan dan akhirnya hilang tenggelam dibalik layar. “twinkle twinkle little stars how I wonder what you are, Up above the world so high, like a diamond in the sky…” ku masih menggumamkan lirik itu kala cercah sinarmu menjauh mengecil dan menghilang. Dan semuanya pun bergemuruh riuh dengan tepuk tangan penuh rasa puas akan karya kecilmu yang sungguh dasyat. Sekali , dua kali, tiga kali kau mainkan peranmu dengan apik. The Phantom of the Opera pun tersimpan special dihati. Piala-piala kemenanganmu  itu pun menjadi saksi betapa cerahnya sinarmu.
Melangkah menuju panggungmu berikutnya, aku menangis dan sungguh sangat menyesali diri aku tidak bisa berdiri disana menjadi saksi betapa sinarmu sungguh sangat cemerlang. Kau adalah pemeran utama itu, seorang pahlawan yang berjuang menegakkan tauhid meski berjuta siksa menerjang dan menghadang. Namun di hati seorang pahlawan hanya ada iman yang tak kan tergadaikan walaupun dengan serangan mengenaskan. Kau tahan beratnya batu itu, ditengah hamparan panasnya padang pasir. Hingga ajal menjemputmu kau tetap bertahan dalam iman Tuhanmu. Ahad…, Ahad…, Ahad,… telunjukmu yang mengacung ke atas di antara sengal sisa nafasmu menjadi saksi Tuhanmu bersamamu diakhir ajalmu. Bilal Bin Rabah, sosok pahlawan yang kau perankan dengan apik. Dan aku hanya mendengarkan pujian-pujian tentang betapa cemerlangnya sinarmu di atas panggung itu dari mulut-mulut lain. Bukan dengan mataku, maka meneteslah dua butiran bening dari dua sudutnya. Maafkan aku…. Sebuah dendang lagu… “Siapakah Tuhanmu? Apa agamamu? Siapakah Nabimu? Apa Kitabmu? Tuhanku adalah Alloh, agamaku Islam, nabiku nabi Muhammad, Al Quran Kitabku…” menyisakan ngiang tentang sebait syair yang kau nyanyikan diantara ruang sesalku.
Banyak panggung yang kau bintangi, memandangmu aku seakan dibawa bernostalgia belasan tahun silam dimana jejakmu kini pernah kujejaki juga dulu di masaku. Hari ini panggung megah itu kembali terhampar dihadapanku, kaulah pemeran utamanya hari ini. Dibawah sorot lampu panggung dan kamera. Tapi seperti sebelum-sebelumnya akuu tak bisa menyaksikannya. Hanya rekamnya yang bisa ku tonton untuk membenamkan ingat agar terhindar lupa bahwa kau teramat istimewa.
Dan tahukan engkau sayang? Kau selalu jadi pemeran utama dihidupku, yang tak pernah sekalipun berkata dan berbuat kasar kepadaku, yang selalu menolongku saat kumemerlukanmu. Kan kutuliskan kisahmu dengan tinta kasih sayang terpanjang yang tak terputuskan oleh zaman … doakan semoga aku bisa melaksanakan amanah Tuhanmu, yaitu dirimu dan adik-adikmu. Putra sulungku tersayang… Muhammad Zidan Hifzhurrahman. Ummi ridho padamu… terimakasih untuk semuanya. 


Posting terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comment here

Translate